Grey Sky Morning



So you sailed away into a grey sky morningNow I'm here to stay, love can be so boringNothing's quite the same now, I just say your name now

Hai, apa kabar?
Sudah berapa lama kita tidak bicara? Aku tidak pernah tahu kabarmu, bila orang lain tidak menceritakannya kepadaku. Aku jarang membicarakanmu, karena saat namamu disebut, rasanya sakit. Tetapi aku tetap ingin tahu kabarmu. Kadang aku suka mengetik namamu di layar handphoneku, namun kuurungkan niatku. Kemarin aku kira aku melihatmu di kerumunan pengunjung bioskop. Aku, yang telah mengenalmu luar dalam, tahu itu bukan kamu. Tapi apa daya, aku rindu bicara kepadamu. Sesuatu yang tidak kamu rindukan, tetapi aku masih merindukannya. Ngenes kalau kata orang. Akhirnya kita bicara, dalam ruang bicara sempit, terdiri dari beberapa balon kata yang berisi tidak lebih dari lima kata. Nampaknya kamu tidak tertarik dengan keadaanku.
Tidak apa-apa. Aku sudah menduga. Tetapi, aku tetap tersenyum senang saat melakukannya.
Bagaimana hari-harimu?
Atau, siapa yang kini mengisi hari-harimu? Uh, perutku mulas bila memikirkannya. Aku masih takut kehilangan sesuatu yang bahkan sudah tidak kumiliki. Aku penasaran setengah mati denganmu. Apakah ada 'dia' yang kini mengisi kesibukanmu, menyita pikiranmu, sehingga menit detik jam tidak kau gubris untuk mengingat-ingat tentang aku? Apakah 'dia' yang kini mengisi pagimu, menghias malammu? Lantas, di mana aku berada? Jauh sudah kau lupakan? Kini aku sama seperti mantan kekasihmu yang lain?
Tidak apa-apa. Aku sudah menduga. Tetapi setiap malam, namamu terselip dalam doaku. Dan tidak sedetik pun aku lupa untuk memikirkanmu.
Apakah kamu merindukan aku?
Otakku tertawa saat aku menuliskan kalimat barusan. Jelaslah, bicara padamu sudah tidak pernah apalagi merindukanmu! Tapi hati kecilku masih berharap kamu merindukanku. Rindu berjalan sejajar denganku, mengisi sela-sela jarimu dengan jariku, bicara panjang lebar tentang apa saja denganku, tersenyum padaku, tertawa, menangis, berargumen tentang JKT48 dan Coboy Junior, atau berdebat tentang Arsenal dan MU, atau berjalan di pasir pantai, membuat sand castle, berjalan di Kota Tua, menonton film dan menyimpan tiketnya. Ya, aku rindu. Sangat merindukannya. Tapi aku tahu seperti tulisan di karcis biskop yang lama-lama memudar, begitulah perasaan rindumu kepadaku. It soon decay.
Tidak apa-apa. Aku sudah menduga. Lantas mengapa masih bertanya? Karena harapan yang tersisa di dalam hatiku tetap mematikan seluruh logika. Bahkan sampai saat ini, di tempat di mana kita pernah berada, aku membayangkan sosokmu di sebelahku.
Kapan kamu akan pulang?
Seperti pasir dan ombak. Aku tahu kamu sedang berenang - oke kamu tidak bisa berenang. Kamu sedang bergulung dengan riang di tengah lautan luas. Menikmati kebebasanmu. Menikmati hidupmu tanpa aku. Namun pada akhirnya, ombak akan bergulung kembali ke pantai. Menyisakan buih berupa kerinduan, sebelum akhirnya kembali bergulung ke tengah lautan.
Aku tahu kamu pasti pulang. Dan aku selalu ada untuk menunggumu pulang.
Walau hanya sekejap, walau kamu kembali untuk pergi, aku tetap berharap bisa bertemu denganmu sekali lagi. Tidak ada tangis, tidak ada tawa. Hanya aku, kamu, kita. Mungkin untuk salam perpisahanmu? Mungkin untuk kata terakhir? Aku tidak perduli walau ini yang terakhir. Aku akan tetap menunggumu.
Karena aku berjanji, hanya kepadamu aku sanggup membuka hati.
You're only the best I ever had.

Komentar