Lukaku Kakukaku

Selang waktu berjalan, kau kembali datang. Tanyakan keadaanku.
Kubilang, "Kau tak berhak tanyakan hidupku. Membuatku semakin terluka!"

Jatuh kepadamu menimbulkan luka yang cukup dalam, membekas pada hatiku. Coba bayangkan luka sungguhan. Berdarah, perih, sakit, beberapa menangis karenanya. Namun aku tidak menangis, karena aku pernah mengalami yang lebih parah sebelumnya. Atau sebetulnya sakit -- namun aku memilih untuk tidak merasakannya.

Lukaku tidak akan sembuh jika kamu terus berada di dekatku. Menjauh darimu sudah membuat lukaku yang tadinya basah, bernanah, menjadi kering. Keringnya menimbulkan rasa gatal. Ingin kugugaruk, tapi semakin kugaruk hanya akan menambah parah lukanya. Saat akhirnya aku menyerah kepada lukaku dan menggaruknya, ternyata ia terbuka lagi dan berdarah lebih parah. Memperlambat penyembuhanku.

Pagi ini aku bangun, melihat namamu di layar handphoneku. Jangan lupa, aku melihat namanya juga. Aku tersenyum pahit. Gatal rasanya untuk membalas pesan-pesanmu. Gatal sekali rasanya ingin kembali jatuh kepadamu. Gatal sekali, ingin aku menggaruknya!

Kemudian aku melihat lukaku. Tidak kunjung sembuh. Aku terus menggeseknya, meambahkan luka-luka baru. Terus kuperdalam lukaku. Tidak semakin memperindah diriku. Hanya semakin menimbulkan sebuah bekas yang semakin hari semakin mengerikan rupanya.

Pagi ini aku bangun, melihat lukaku yang semakin menjadi. Aku ingin sembuh. Aku ingin luka ini kering. Saat kering pasti akan gatal, sangat gatal sampai gatal menjadi rasa sakit baru yang paling menyakitkan. Namun aku harus bertahan dari segala godaan apapun untuk menggaruknya. Menahan diriku untuk terus mengacuhkannya. Waktu akan menyembuhkan, waktu akan mengembalikan. Hingga bekas luka mengerikan ini akan sepenuhnya hilang. Yang tertinggal hanya sebuah peringatan dan pelajaran untuk lebih berhati-hati, memilih untuk jatuh kepada apa.

Sekarang, maukah kamu menjauh?

Komentar